3 Desember 2012

HELLO GOODBYE: Ada awal pasti ada akhir, nikmati saja setiap detiknya


Akhirnya saya kesampaian juga nonton film Hello Goodbye. Kenapa saya begitu bernafsu nonton film besutan Titien Wattimena itu? Pertama karena saya sudah penasaran berbulan-bulan setelah salah seorang teman saya yang cukup tau soal film merekomendasikan film ini sebagai film wajib tonton. Kedua, ada Rio Dewanto yang oke doke, hohoho

Alkisah suatu hari seorang staf kedutaan besar RI di Busan Korea bernama Endah (diperankan Atiqah Hasiholan) mendapat tugas menemani duta besar ke pelabuhan Busan. Ternyata ada seorang anak buah kapal berkewarganegaraan Indonesia yang mengalami serangan jantung dan mesti di rawat di rumah sakit setempat. Perawatan ABK tersebut otomatis menjadi tanggung jawab dari KBRI dan disitulah perkenalan antara Endah dan Abimanyu (diperankan Rio Dewanto) dimulai karena secara khusus Endah lah yang diserahi tanggung jawab untuk memantau perkembangan Abi selama dirawat.

Endah digambarkan sebagai sosok introvert. Hidupnya dijejali dengan rutinitas-rutinitas yang membuatnya bosan sendiri. Ia gemar membaca buku-buku motivasi, mengutip quote dari orang-orang terkenal, rajin menulis target, tujuan dan semua hal yang ia anggap penting dalam sebuah notes. Ia juga memiliki kebiasaan menempel target, tujuan dan quote itu di meja kerjanya. Oh ya, ada satu lagi penggambaran dirinya sebagai sosok introvert yaitu soal kebiasaannya memakai baju gelap.

Tugas baru Endah untuk menjaga Abi begitu menguras energinya.. Abi begitu temperamen, tidak mau makan dan minum obat. Beberapa kali mereka beradu argumen bahkan dengan kasar Abi pernah melempar obatnya dan memukul Endah. Sempat ia hendak mengundurkan diri dan meminta tugas tersebut digantikan oleh staf KBRI lain, tapi diurungkannya sendiri. Sekalipun lebih banyak tegangnya, tetapi ada pula adegan di rumah sakit yang sukses membuat tertawa, itu soal Abi yang tidak tahu bahasa Korea dan perawat yang tidak paham bahasa Indonesia, hehehe.

Perlahan, hubungan Endah dan Abi menjadi lebih baik. Sesekali mereka bertukar cerita mulai dari hal remeh temeh, keluarga hingga cita-cita. Tak jarang Endah mengajak Abi menghirup udara luar dengan kursi roda. Salah satu dialog yang saya suka adalah saat Endah membaca buku mengenai cara menggapai tujuan hidup dimana Abi kemudian meminta tolong untuk di ambilkan paspornya. Abi berkomentar, “Daripada bukumu itu aku lebih tertarik dengan pasporku yang kecil ini. Dia sudah membawaku ke berbagai tempat.”. Cukup menohok memang, tapi memang benar adanya. Rencana, tujuan tidak akan membawa kita kemana-mana tanpa adanya langkah nyata.

Banyak dialog yang menurut saya cukup bagus mengenai pemaknaan proses hidup.  Seperti yang diucapkan Endah pada Abi di taman sewaktu mereka bersitegang mengenai rencana kepulangan Abi, “Menyesali perpisahan sama saja mengutuk pertemuan”. Saya menginterpretasikan percakapan itu sebagai pesan untuk lagi-lagi menikmati proses. 

Seiring dengan kesembuhannya, Abi dalam waktu dekat akan dipulangkan ke Indonesia. Pada awalnya kepulangan Abi secepat mungkin memang diharapkan oleh Endah. Tetapi di detik-detik akhir saat harapannya itu akan terwujud justru ia merasa sedih. Kenapa? Klasik. Soal cinta, cieciecieee, hehe. Dimulai dari benci, ternyata perlahan tetapi pasti Endah dan Abi saling jatuh cinta. Tapi Abi memang harus pulang. Kepulangan Abi sempat membuat saya berpikir ini cerita bakal sad ending. Lampu bioskop pun dinyalakan saat credit title keluar.

Tet teretetet, ternyata pada ketipu, hahaha, Ternyata masih ada lanjutannya sekian menit. Dengan rona aura yang lebih positif sosok Endah muncul, berjalan dan menyusuri jalanan khas Korea, tiba-tiba pandangannya tertarik oleh sosok laki-laki yang duduk seorang diri di taman dengan sebatang rokok dihisapnya tanpa asap mengepul. Yeyeye, dia Abi, dia kembali ke Korea untuk menemui Endah. Jadi, gak jadi sad ending sodara-sodara.

Dari segi bahasa saya senang film ini menggunakan bahasa Indonesia meski disisipi pula dengan penggunaan bahasa Korea untuk dialog dengan penduduk setempat. Saya kurang sepakat dengan film Indonesia (aktor & aktrisnya orang Indonesia) tapi pakai bahasa Inggris seperti yang terjadi pada film Modus Anomali. Dari segi cerita Modus Anomali bagus, pemeran utamanya Rio Dewanto juga, tapi jadi kurang oke karena pakai bahasa Inggris dengan aksen yang aneh, khas Asia. Dalam film Hello Goodbye ini saya memuji kemampuan bahasa Korea Atiqah yang cukup bagus.

Soal pemilihan lokasi, awalnya saya berpikir ini ngepasin momen banget deh. Korea dipilih sebagai lokasi karena di dunia dan Indonesia sendiri tengah demam Korea. Tapi ternyata gak ngasal juga kok. Busan yang merupakan kota pelabuhan pas menjadi latar cerita yang banyak menggunakan analogi “perlautan” khususnya keluar dari mulut Abi yang merupakan ABK.
Oh iya, saya juga suka soundtracknya yang dinyanyikan oleh penyanyi Korea bernama Eru ft. Atiqah. Dengan scoring khas a la korea, lagu berjudul Black glasses itu begitu syahdu. Ternyata suara Atiqah bagus juga.

Dalam berbagai aspek itu saya seperti menemukan bayangan cermin diri saya  dalam sosok Endah. Sekali lagi Endah nya lho bukan Atiqah nya, saya cukup sadar diri kok, hahaha. Rasanya senang menemukan karakter saya dimainkan dalam sebuah film (GR). Saya pikir melalui film ini saya seperti sedang diajak keluar dari diri saya, melihat diri saya dalam jarak tertentu, mencari apa yang baik dan tidak baik, untuk kedepannya berusaha menjadi lebih baik. Begitu kurang lebih. Sekian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar