29 Mei 2008

DPR...maafkan jika aku tak seperti yang dulu

Boleh percaya, boleh tidak.
Pada zaman dahulu kala saat aku masih SD, aku paling hobi sama yang namanya nonton siaran langsung sidang umum MPR. Kalau tak salah ingat, dulu siarannya hanya ditayangkan di TVRI. Aku tertarik karena alasan sepele,
"Bapak2 yang pada sidang kok keren2 banget yah? pada pake jas, berwibawa, pandai ngomong! keliatane kok cerdas banget." Paling senang kalau palu sudah diketuk. Seperti ikut empati merasakan penderitaan sidang sudah berakhir. Yang namanya panitia add Hock, Fraksi Persatuan Pembangunan, Golongan Karya, Utusan Golongan, Utusan Daerah sampai nama2 "seleb"nya DPR kala itu seperti Theo L Sambuaga as ketua DPP Golkar, Pak Harmoko, Siti Hartati Murdaya sbg perwakilan utusan golongan begitu familiar di telingaku. Sekarang kalau ditanya siapa saja anggota DPR yang kukenali paling pentok Agung Laksana karena dia ketua yang lagi menjabat. Semua Mahasiswa semestinya pada tahu. Jadi kuanggap kalau aku tahu bukan sebagai suatu prestasi alias itu sudah sewajarnya tahu.

Perjalanan dari SD di tahun 90-an hingga sekarang telah membawaku ke bangku perguruan tinggi. Secara fisik dan psikologi aku mulai berkembang. Namun ternyata "hobiku" tak berkembang.
Hauwhfff.....
Entah DPRnya yang berubah, atau akunya yang berubah dan "tidak setia", atau memang aku baru sadar kalau DPR sebenarnya memang seperti apa yang aku pahami di era 2008 ini?
Gilak...
cukup satu kata buat DPR saat ini..."MENGECEWAKAN"

Sidang isinya adu mulut, lempar2an kursi..aduh,aduh..kok gitu yah?
Jadi ingat Gus Dur deh
"DPR kaya taman kanak- kanak"

Pernah nonton Snapshot di MetroTV?
Dua bulan yang lalu liputannya seputar anggota dewan yang terhormat, terkait dengan hebohnya renovasi gedung dan penggantian karpet yang fungsinya masih sebagai landasan kaki berjalan. Kata orang, renovasi itu cukup memakan biaya besar bahkan bisa disebut pemborosan. Ditambah lagi dengan pengajuan kenaikan gaji anggota dewan yang "rajin" diusulkan.
hauwhff lagi....

Di Unit Kegiatan Mahasiswa (ukm) yang kuikuti di kampus, suatu kali aku pernah ikut tim pengamandemen AD/ART. Apa yang kurasakan?
kalo bahasa jawa istilahnya "njlimet"!! (rumit). pantesan anggota DPR minta gajinya naik terus. Namun apakah Urusan njlimet cukup membenarkan angka gaji yang kadang tidak rasional? ditambah lagi serentetan kasus yang "aneh2 saja". Bandingkan dengan sodara2 kita yang untuk makan saja butuh memeras keringat, untuk tidur saja hanya beralaskan lantai dingin di emperan toko2. Jangan salah ya..merekalah yang sesungguhnya "raja" di negeri ini. Ironis sekali....justru mereka terlupakan:(
Memang sih, anggota DPR tak semua seburuk yang aku tulis di atas. Tapi jangan salahkan aku jika pernah terlontar ungkapan sinis ini. Aku hanya ingin sedikit belajar menggunakan hakku yang sampai detik ini masih dilindungi UUD 1945 pasal 28. Entah apa persepsi orang lain, tapi kurasa tak akan jauh dari pendapatku (kecuali kalau ada yang ayah, kakak atau sodaranya anggota DPR).

Kemiskinan di Indonesia rasanya semakin menjadi-jadi saja.
Rintihan pra sampai pasca kenaikan harga bbm belum berhenti.
kontroversi bergema dimana-mana. Belum selesai kasus bbm muncul blt.
BLT ibarat sebutir gula untuk mengobati pedasnya penderitaan hidup oleh cabe satu kilo.
Dan Kucuran dana BLT pun tak luput dari kontroversi.
Terlepas dari setuju atau tidak, aku lebih tertarik pada satu kisah di semarang dan lamongan. Di harian kompas kemaren (28 mei 2008) halaman depan terpampang judul " Mereka lebih miskin daripada saya....."
Feature itu mengisahkan adanya solidaritas antar warga kurang mampu penerima BLT yang menyisihkan 60-150 ribu untuk disumbangkan pada tetangganya yang semestinya turut mendapat BLT tetapi tidak ikut terdata. Luar biasa, mereka berbagi dalam kekurangan. God...masih ada orang yang begitu solider. Aku benar2 terharu. Semoga Tuhan akan sungguh melimpahkan rejeki bagi orang yang masih murah hati di jaman "edan" seperti saat ini.Amien.