30 November 2012

MASA SD DAN SEGUDANG CITA-CITA


Beberapa bulan terakhir setelah tidak kost saya punya kesempatan untuk kembali mengamati jalan raya lebih lama daripada waktu masih kost. Secara, rumah saya tepat berada di pinggir jalan raya antar kabupaten bahkan juga antar provinsi. Ada satu pemandangan menarik yang rutin setiap pagi dapat kunikmati gratis dari pukul setengah tujuh sampai dengan pukul tujuh. Apa itu? Berduyun-duyunnya adek-adek siswa sekolah dasar di dekat rumah yang pada berangkat. Ada yang diantar orangtuanya, ada yang berangkat bersama teman-temannya dan ada pula yang berangkat sendirian. Semoga dia sendirian bukan karena tidak punya teman. Yang pasti saya senang melihat mereka bisa sekolah. Miris rasanya melihat anak-anak yang berada dijalanan, semestinya mereka belajar dan bermain tetapi dia terpaksa “dikarbit” untuk mencari uang di kerasnya jalanan.

Sosok anak berseragam SD mungkin tampak semua biasa saja, tapi menurut ada hal menarik yang dapat diselami dengan sejenak mengamati mereka. Ya, kita dapat bercermin. Dari mereka saya dapat bernostalgia membayangkan diri saya sekian tahun silam saat masih seperti mereka. Berangkat ke sekolah pada saat itu tidak saya tampik sering pula dihampiri rasa malas. Malas sama pelajaran IPA, malas ketemu teman yang lagi berseteru, malas karena ada agenda cabut-cabut rumput halaman, dan sepertinya masih ada alasan-alasan lain di balik rasa malas selama enam tahun duduk di bangku SD.

Namun saya pun ingat bahwa masa-masa itu dihiasi pula oleh momen tak terlupakan yang menjadi tonggak apa yang terjadi dengan diri saat ini. Kalau tidak salah sih kelas 1, saat masih awal-awal, bu guru tak henti-hentinya bertanya. Apa cita-citamu? Setiap kali mendapat pertanyaan itu setiap waktu itu pula jawaban saya berbeda. Mungkin bahasa bekennya sekarang saya labil, inkonsisten, atau ngasal aja. Namanya juga anak-anak. Hehe. Tapi menurut saya bukan labilnya yang perlu dicermati, saya pikir-pikir setelah saya besar saya tidak ngasal kok. Setiap cita-cita yang terlintas semua didasari oleh panggilan hati walaupun kadang suka tak rasional.

Seingat saya cita-cita pertama saya adalah pengen jadi polwan. Kenapa? Karena bapak seorang polisi dan saya pengen menjadi seperti bapak. Cita-cita kedua adalah menjadi pengacara, seingat saya itu didasari setelah membaca buku pintar milik kakak yang memiliki ulasan seputar shio berdasarkan tanggal lahir dimana di dalamnya ada profesi-profesi yang dianggap cocok. Bosan dengan pengacara saya beralih pada cita-cita ingin menjadi dokter. Jangan pikir karena saya ingin menyembuhkan orang sakit, bukan, bukan. Saya tertarik menjadi dokter karena pengen punya parabola seperti yang lazim nangkring di atap rumah para dokter. Logika salah kaprah saya saat itu adalah: setiap dokter memiliki parabola, maka semua dokter pasti bisa punya parabola, hehehe. Materialisme banget sih, hehe, tapi dulu memang sangat sulit bagi pengguna antenna UHF untuk dapat menangkap siaran televisi swasta yang oke-oke itu. Hiburan sehari-hari hanya TPI (sekarang MNCTV) dari pukul 08.00 WIB sampai pukul 14.00 WIB, kemudian di sambung dengan TVRI stasiun Yogyakarta mulai pukul 15.00 WIB. Jadi jangan tanya gimana itu Doraemon, Sailormoon, Ultramen, Satria Baja Hitam, semua terasa seperti dongeng yang melayang-layang di atas kepala. Sepertinya masih ada beberapa cita-cita seperti pengen jadi pramugari, guru, diplomat, arsitek, mungkin juga jadi wartawan. Tapi semua itu berlalu begitu saja. The top three lah yang paling berkesan dalam benak saya.

Dari situ saya merasa bahwa masa kanak-kanak adalah masa yang begitu luar biasa, dia masih jauh dari dunia “nyata”. Dia bebas berimajinasi sesuka hari, merancang masa depan dengan proses mengamati, dan mempersepsi hal-hal yang ia temui. Setiap mimpi sangat berharga karena secara natural setiap anak akan terstimuli untuk mengamati, mencari tahu, terus berpikir dan menuju pada kecerdasan. Saya senang pernah mengalami fase itu. Jika pun saya tidak akan bisa mewujudkan setiap cita-cita itu toh dulu saya pernah puas berkhayal seakan-akan menjadi seperti yang saya cita-citakan. Tapi kalo boleh sok jadi motivator buat adek-adek, ayo, ayo yang rajin belajar ya, jangan sungkan juga buat bercita-cita dan bermimpi setinggi langit. Cita-cita itu doa. Kata mister Walt Disney, “If you can dream it, you can do it” dan kata mbak Agnes Monica, “Dream, Believe, Make it Happen”. Selamat menikmati dunia kanak-kanak:)