4 November 2008

PEMILU AS AJANG BELAJAR BAGI INDONESIA

Pemilihan umum Amerika Serikat akhirnya dilaksanakan pada 4 November ini. Selasa pertama setelah senin pertama di bulan November masih dipilih secara turun temurun sebagai hari pemilihan di negara adidaya itu.

Setelah melalui proses cukup panjang yang penuh kontoversi diwarnai perang argument hingga kampanye hitam, pembuktian siapa yang terpilih sebagai orang nomor satu AS atau bahkan orang nomor satu dunia hanya dapat akan terjawab pada 15 Desember nanti setelah electoral votes memutuskannya.

Entah bagaimana yang terjadi di Negara Amerika sana, entah juga dengan Negara-negara lain diluar Indonesia. Yang terasa bagi saya setiap membaca sebuah surat kabar atau pun melihat siaran televisi ada kesan bahwa media-media di Indonesia sengaja mengagendakan bahwa “Indonesia mendukung Obama”. Sebentuk agenda settingkah?

Nilai kedekatan Obama memang tak terelakkan sebagai daya tarik yang menjual bagi suatu informasi. Pernah mengenyam hidup di negara kepulauan ini seakan-akan menganggap Obama sebagai bagian dari Indonesia. Ironisnya, ia di Indonesia hanya sampai masa SD dan menurut saya hal itu tak cukup membanggakan. Akan lebih beralasan apabila ia lulusan UNS atau UGM, itu baru namanya berita.

Indonesia boleh saja mengelu-elukan Mc Cain atau Obama. Siapa pun yang terpilih bukan kita yang menentukan, tetapi warga AS sendiri. Kita boleh saja antusias karena ada kepentingan Indonesia untuk menciptakan hubungan baik dengan ”Negara superpower” itu. Namun, alangkah baiknya jika kita tak lupa belajar dari sistem Negara pilar liberalisme itu.

Belajar tak mesti meniru mentah-mentah, tetapi belajar adalah mengambil apa yang baik dan membiarkan hal yang dianggap kurang pas. Kembali kepada hakikat bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat, bercirikan Pancasila maka itulah yang menjadi filter apa yang pantas di ambil dan apa yang tak pantas di ambil.

Indonesia sendiri akan menggelar perhelatan akbar memilih presiden pada 2009. Namun rasanya kita jauh lebih tertarik dengan yang terjadi di Negara yang amat jauh di seberang samudera sana. Mengapa? Karena mereka jauh lebih tertata oleh tanggung jawab, semangat pengabdian dan logika yang jalan, berbeda dengan kita yang semangatnya saja demi mendapatkan kesenangan, kalau tidak tercapai yang maju egonya.

Kita patut bangga dengan system pemilihan umum dimana sebagai rakyat kita didudukkan sebagai “the real king” untuk memilih siapa presidennya. Namun awas, yang kita pilih bukan popularitasnya, tetapi kualitasnya. Siapa pemimpin RI selanjutnya semoga ia benar-benar karena semangat melayani yang kecil, lemah dan tersingkir.